Sabtu, 12 November 2011

Indonesia Merdeka Diawali Pekik Allahu Akbar Bukan Haleluya



Diktator Militer, Mencegah Bangkitnya Islam
imageSeorang Pendeta Barat Simon dalam khutbahnya pernah berkata: "Persatuan Islam merupakan cita-cita utama dari setiap Muslim, yang membuat mereka selalu bisa terlepas dari berbagai pengaruh dunia Barat. Sementara Misionaris, merupakan salah satu unsur yang dapat mencegah timbulnya persatuan Islam. Karena itu, kita wajib dan harus selalu berusaha mengalihkan perhatian kaum Muslimin dari keinginan bersatu."

Seperti halnya Simon, seorang orientalis bemama Lawrence pernah menulis: "Apabila umat Islam bersatu, maka dunia akan terancam bahaya kehancuran total.

Namun mungkin saja, justru bisa terjadi sebaliknya. Sementara jika kaum Muslimin tetap dalam keadaan seperti sekarang, terpecah belah, maka hal tersebut tak akan pernah terjadi. Maka umat Islam harus diupayakan tetap selalu dalam keadaan terpecah-belah.agar mereka tidak memiliki kekuatan yang sanggup mempengaruhi kita."

Begitu cemas mereka akan kebangkitan Islam, sehingga ditempuh agar umat Islam tetap bodoh. Supaya Islam tidak maju maka dengan berbagai cara mereka berusaha mengadu domba umat Islam. Hal ini mereka lakukan lewat ekonomi, politik dan budaya. Buktinya, dalam sebuah buku pedoman Kongres Misionaris sedunia, tertulis: "Sesungguhnya, kaum Muslimin menyadari bahwa dalam masyarakatnya, masih banyak terdapat berbagai permasalahan sosial dan kemasyarakatan yang memerlukan pemecahan. Maka kita para Missionaris dalam melawan Islam, harus dengan senjata intelektual dan spiritual."

Bahkan seorang Orientalis Amerika, WK Smith berpendapat: "Jika kaum Muslimin diberi kebebasan dengan ke-lslamannya, dan hidup dalam naungan demokrasi, maka Islam dengan segera akan mendapat tempat di dalam masyarakat. Namun, jika mereka dipaksa hidup di bawah suatu pemerintahan diktator, maka pemisahan umat Islam dan agamanya pun akan menjadi lebih mudah."

Dalam editorialnya, pemimpin redaksi majalah "TIME" melalui tulisannya "Perjalanan di Asia" telah menyarankan kepada Amerika agar membentuk para diktator militer di negara-negara Islam. Semua ini ditujukan agar mereka dapat dengan segera meredam suara-suara Islam. Yang pada akhirnya, bertujuan agar dunia Barat akan dapat dengan mudah mengalahkan Islam. Dengan syarat, sekali tempo, para rakyat di negara boneka tersebut juga diberi kebebasan, agar mereka tidak merasa tertekan terus menerus.

Di samping membentuk pemerintahan diktator, mereka sedapat mungkin menciptakan kondisi politik agar tidak terlahir pemimpin Islam yang tangguh dan berani menentang Barat yang Yahudi dan Nasrani. Yang ditonjolkan adalah elite-elite yang integritas dirinya diragukan.

Orientalis terkenal, Montgomery Wattt dalam "TIME" terbitan London pernah menulis:.
"Bilamana ada seorang pemimpin Islam yang tangguh, berani bicara dan bertindak sesuai dengan Islam, serta selalu gigih dalam menyuarakan Islam, maka tak dapat disangsikan lagi, akan sangat mudah bagi agama ini, memperlihatkan kekuatan politiknya yang dahsyat ke seluruh dunia." Indonesia Merdeka Diawali Pekik Allahu Akbar, Bukan Haleluya (Al Mawardi Abdul Karim, Jurnal Islam no. 29 Th. I, 8-4 Dzulqa'idah 1421 H / 2-8 Feb, 2001)

Umat Islam di Indonesia saat ini sedang terkecoh. Ibarat panggung Srimulat kita menertawai diri sendiri. Hal ini terjadi, menurut Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Muhammad Rizieq al Habsy, karena umat Islam telah lupa pada hakekat Islam itu sendiri. Dulu ketika Abdurrahman Wahid terpilih menjadi presiden RI kita berharap Syariat Islam berdiri, ternyata tidak. Sekarang orang ramai-rarnai menuntut Abdurrahman turun, lalu Megawati naik jadi presiden. lni lebih parah lagi. Sebab, dalam Islam presiden wanita "haram". Jadi?

"Yang dibutuhkan sekarang ini adalah presiden Islam. Artinya, yang bisa menerapkan Syariat Islam. Karena pada hakekatnya, sejak dulu negara kita ini adalah negara Islam. Coba, kita kembali ke belakang. Saat perjuangan mengusir penjajah dulu diawali dengan pekik, Allahu Akbar! Bukan Haleluya," kata Habib Muhammad Rizieq kepada Jurnal Islam, Selasa (30/1) di kediamannya di Petamburan, Jakarta.

Jadi kalau umat Islam menuntut ditegakkan Syariat Islam adalah sesuatu yang wajar dan menjadi hak Islam yang mayoritas di Indonesia. Yang menjadi persoalan keinginan umat untuk bersyariat tersebut selalu diganjal kaum Kuffar. Berbagai cara dilakukan untuk menggagalkan cita-cita tersebut. Mulai dengan tekanan lewat tangan asing, hingga mengadu domba sesama umat Islam. Yang terakhir ini paling gencar dilakukan. Targetnya supaya umat Islam saling baku hantam, lalu lupa memperjuangkan Syariat Islam.

Beberapa tokoh Islam digosok-gosok supaya saling caci. Gelanggangnya adalah kekuasaan. Baik itu di legislatif maupun eksekutif. Contoh paling aktual yakni perseteruan antara kelompok orde baru dengan rezim baru.

Ada seorang kiai yang sampai 'kelepasan' bicara menghalalkan darah saudaranya, sesama Muslim. Meski pernyataan dia kemudian diralat dan dianggap tidak ada (karena wartawan salah kutip), tetap saja pernyataan itu membawa aroma yang tak sedap. Umat yang kebetulan tidak sempat membaca berita ralat, tetap saja panas, bergemuruh dadanya.

Jauh sebelum ada pernyataan kontroversial seorang kiai yang menghalalkan darah saudaranya sendiri, saya sebetulnya sudah melakukan hal yang sama.Tapi dasar saya jelas. Saya menyerukan yang halal itu darah Benny Moerdani dan Theo Syafe'i. Mengapa? Ya, karena mereka itu sering memusuhi Islam." kata Rizieq.

Menurut Habib Rizieq, dua purnawirawan jendral katolik dan protestan ini jelas-jelas sangat membenci Islam. Theo Syafe'i, misalnya, pada tahun 1998 pernah ceramah di depan jemaatnya, isinya menghasut supaya memusuhi Islam. Theo yang pernah "gagal" jadi duta besar Australia ini keliling ke beberapa wilayah Indonesia Timur untuk "meneriakkan retorika agar jangan takut menghadapi umat Islam. Bila perlu, katanya seperti dalam rekaman kaset yang beredar, kalau perlu masjid-masjid juga dibakar.

Ceramah Theo yang direkam ini transkripnya pernah dirnuat di Taboid Abadi dan Siar.

Sementara Leonardus Benny Moerdani diduga Habib ikut terlibat (sebagai aktor di balik layar, red) dalam berbagai kasus, di antaranya pembantaian di Banyuwangi. Korbannya justru para ulama dan ustadz baik dari NU dan Muhammadiyah. ''Makanya saya waktu itu langsung mengeluarkan fatwa halal membunuh Ninja. Saya sempat dipanggil Mabes Poiri, kenapa mengeluarkan pernyataan tersebut. Saya jawab, karena yang dibunuh para Ninja itu adalah umat Islam," lanjut Habib. Habib menyadari pernyataan tersebut mengandung resiko yang tinggi. Tapi itu harus dilakukan, sebab perbuatan mereka (Ninja) sebagai pelaksana, sudah diluar batas perikemanusiaan.

Justru saat itu FPI belumlahir. Dalam setiap ceramah di depan umat Islam, saya selalu katakan, halal membunuh orang-orang yang memusuhi Islam," katanya tegas. Jadi, fatwa untuk Benny-Theo walau sudah hampir tiga tahun, apakah masih berlaku sampai sekarang. "Masih!" tukasnya.
Sumber : swaramuslim.net

0 komentar:

Posting Komentar